Apa itu UUCK ? UUCK adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UUCK disusun dengan metode omnibus law. Melalui metode itu, undang-undang ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan yang diakibatkan karena ada banyaknya peraturan yang tumpang tindih. UUCK disusun untuk melakukan sinkronisasi berbagai peraturan perundang-undangan tersebut.

UUCK Pada Industri Perkebunan Kelapa Sawit

Indonesia memiliki 16,38 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia yang kepemilikannya terbagi atas kebun swadaya, perusahaan perkebunan swasta, dan perusahaan perkebunan negara. Hanya saja, dari total luasan tadi, ternyata ada yang diklaim masuk dalam kawasan hutan. Mayoritas yang diklaim dalam kawasan hutan itu adalah milik perkebunan swadaya.

Kebanyakan para pekebun swadaya tidak mengetahui tentang apa itu klaim kawasan hutan. Yang mereka tahu, terutama mereka yang membeli lahan, adalah bagaimana caranya supaya lahan yang dibeli itu, kelak bisa menghasilkan untuk bisa merubah standar hidup menjadi lebih baik. Namun sayangnya ada banyak oknum yang memanfaatkan klaim kawasan itu untuk meraup keuntungan pribadi dan membuat para pekebun swadaya tersebut kelimpungan.

Kemudian, pada November 2020, Pemerintah menjawab kelimpungan para pekebun itu dengan mengeluarkan Undang-undang nomor 11 tentang Cipta Kerja (UUCK) sebagai solusi. Sederet Peraturan Pemerintah (PP) terkait solusi penyelesaian klaim kawasan itu pun dikeluarkan pada Februari 2021 lalu.

Setidaknya ada tiga PP yang berkaitan dengan penyelesaian klaim kawasan hutan tadi, yaitu PP 23, 24 dan 43 dan juga di Permen LHK Nomor 8, 7, dan 9 tahun 2021. Dan yang dapat membuat pekebun mulai bisa menarik napas lega, adalah PP 24 yang menyebutkan bahwa pekebun yang berada dalam klaim kawasan hutan tidak akan dikenai pidana.

Tentu, kawasan hutan yang dimaksud dalam semua aturan tadi adalah kawasan hutan yang sudah dikukuhkan dan dibuktikan dengan adanya peta temu gelang dan Berita Acara Tata Batas (BATB). Menurut Prof. Sudarsono, Pengamat Kebijakan Kehutanan dari IPB Bogor, dalam menentukan tapal batas, tentu harus ketemu dan saling sepakat dengan yang berbatas, tidak bisa sepihak. Hal ini persis seperti apa yang diminta oleh pasal 14 dan 15 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan pasal 1 angka 3 UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).

Komitmen Pemerintah Dalam Mendukung Industri Kelapa Sawit

Pemerintah berkomitmen untuk terus memajukan industri sawit nasional. Pemerintah telah dan sedang melakukan banyak hal terkait pengembangan industri sawit, mulai dari menerapkan standardisasi tentang lingkungan dan perkebunan, merangsang investasi hilirisasi sawit, memberikan bantuan pada petani/pekebun, hingga memberi kemudahan investasi bagi pelaku usaha. Selain itu, pemerintah mengintensifkan diplomasi perdagangan guna meningkatkan keberterimaan produk sawit Indonesia di dunia internasional.

Meskipun beberapa pihak menggugat keberadaan sawit karena dinilai mengancam kelestarian alam, pemerintah tetap berdiri kokoh menjaga agar komoditas unggulan itu berada pada rel yang ideal, yakni pengembangannya selaras dengan alam dan mampu mengungkit nilai tambah ekonomi. Arah pengembangan industri sawit nasional adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir. Pengembangan sawit juga diarahkan dengan menggunakan konsep pengembangan industri sawit berkelanjutan. Selain itu, industri sawit juga merupakan salah satu sektor prioritas dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebelum menjadi Kementerian Investasi). khususnya untuk menggenjot produksi energi baru dan terbarukan (EBT).

Melalui UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan PP No 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. seluruh perizinan investasi diterbitkan Lembaga OSS sehingga akan memberikan kepastian, kemudahan, dan kecepatan bagi investor, termasuk yang bergerak di komoditas dan industri sawit. Dari sisi regulasi investasi pun para pengusaha sawit terlindungi dengan berbagai kebijakan.

Komitmen pemerintah dalam memajukan sektor sawit terus berlangsung. Untuk petani misalnya pemerintah akan melakukan pemberdayaan dan pendampingan dengan menyediakan akses untuk mendanai sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang akan diwajibkan bagi petani dalam lima tahun ke depan. Pemerintah juga menyediakan dana untuk program peremajaan sawit rakyat/PSR yang telah dicanangkan di Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan. PSR menjadi salah satu program strategis dalam penanganan pemulihan ekonomi nasional yang dilaksanakan melalui kerja sama antara pelaku usaha dan pemerintah.

Untuk mendukung petani swadaya, solusi pemerintah salah satunya melalui program penanaman kembali sawit rakyat secara besar-besaran atau PSR. memperbarui skema perkebunan sawit menjadi lebih berkelanjutan dan berkualitas serta mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal. Untuk memperoleh dukungan itu petani harus memiliki legalitas yang jelas. Petani sawit rakyat juga akan diberi sarana dan prasarana, mendapat dukungan subsidi pendanaan melalui dana BPDPKS. Dana bantuan tersebut diatur melalui Surat Keputusan Dirjen Perkebunan Kementan No 144/Kpts/OT.050/4/2020 mengenai pendanaan sarana dan prasarana petani sawit rakyat menggunakan dana subsidi BPDPKS.

Pemerintah juga berupaya mempertahankan komitmen yang telah disepakati dalam kerangka kerja sama Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership (IE-CEPA) yang akhirnya sejalan dengan hasil Referendum Swiss pada 7 Maret 2021. Skema IE-CEPA dinilai berpeluang untuk lebih meningkatkan akses pasar bagi produk industri Indonesia, termasuk produk sawit dan turunannya.

Untuk informasi timbangan truk ram sawit yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai keuntungan dari industri kelapa sawit di Indonesia, segera hubungi kami langsung di nomor 0821-3963-0089. Kami siap memberikan konsultasi gratis setiap harinya.